TUGAS 2
1.
PENDAHULUAN
Pada keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
647/MENKES/SK/IV/2000 tentang ketentuan umum pada Bab I Pasal 1 yaitu : “Perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di
luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dengan demikian perawat memiliki peranan dan fungsi dalam melaksanakan
profesinya yang secara aktif dalam mendidik dan melatih pasien dalam
kemandirian untuk hidup sehat ditinjau dari segi ediologi pancasila. Ideologi
Pancasila pada hakikatnya merupakan sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita,
keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan
dalam kehidupan bermasyakat, berbangsa dan bernegara, namun kesadaran
masyarakat akan ideologi bangsa itu bertingkat. Hal ini berarti bahwa kesadaran
ideologi masyarakat berjalan dalam proses dan mengenal tahapan dalam
intensitasnya. Oleh karena itu peranan perawat khususnya perawat profesional
sangat erat kaitannya dengan pendidikan pancasila khususnya etika nilai-nilai
pengembangan profesinya dari efek pendidikan pancasila itu sendiri. Maka
peranan perawat sangat menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab
untuk memelihara dan mengelola asuhan keperawatan serta mengembangkan diri dalam
meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan keperawatan.
2. RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud :
1. Ontology
keperawatan
2. Epistomologi
keperawatan
3. Aksiologi
keperawatan
Ditinjau dari falsafah pancasila ?
3. PEMBAHASAN
1. Ontologi
a. Pengertian Ontologi
Ontologi
membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu
pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan
dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Berdasarkan objek yang telah
ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris, karena objeknya
adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup
seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Berlainan
dengan agama atau bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri
hanya kepada kejadian-kejadian yang empiris, selalu berorientasi terhadap dunia
empiris.
b.
Ontologi
Pancasila
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila
Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia.
Mengapa?, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusian
yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
c.
Ontologi
Keperawatan
Jawaban pertanyaan ontologi tentang keperawatan
berdasarkan pancasila dapat didefinisikan dalam beberapa pendapat. Calilista
roy (1976) mendefinisikan bahwa keperawatan merupakan definisi ilmiah yang
berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan
untuk memberikan pelayanan kepada klien. Sedangkan florence nightingale (1895)
mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan
pasien dalam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak. Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ontology keperawatan adalah
upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan expert, holistic
berdasarkan ilmu dan kiat, serta standart pelayanan dengan berpegang teguh
kepada kode etik yang melandasi perawat expert secara mandiri atau melalui
upaya kolaborasi. Kode etik disini tentunya sesuai dengan pancasila dan tidak
menyimpang dari pancasila.
Objek yang menjadi kajian keperawatan adalah manusia,
dalam hal ini adalah pasien. Pasien atau pesakit adalah
seseorang yang menerima perawatan medis. Sering kali, pasien
menderita penyakit atau cedera dan
memerlukan bantuan dokter untuk
memulihkannya. Keperawatan memiliki cara pandang pada respon
manusia terhadap masalah kesehatan dalam memenuhi kebutuhasn dasarnya. Bantuan perawat
diberikan kepada keadaan individu, kelompok, atau masyarakat yang tidak mampu
berfungsi secara sempurna dalam masalah kesehatan dan proses penyembuhannya.
Jadi pasien, penyakit dan proses perawatan merupakan objek kajian keperawatan
sedangkan subjeknya adalah perawat.
2. Epistomologi
a. Pengertian Epistomologi
Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang
terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain,
epistimologi adalah suatu teori pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang
diperoleh melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Kegiatan
dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada objek
empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan,
sah disebut keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu
daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara
berfikir yang dilakukan menurut syarat keilmuan yaitu bersifat terbuka dan
menjunjung kebenaran diatas segala-segalanya (Jujun S. Suriasumantri, 1991, hal
9).
b.
Epistemologi
Pancasila
Epistemologi Pancasila adalah epistemology yang
prinsip-prinsipnya secara intuitif didasarkan kepada ideology Pancasila. Dengan
kata lain prinsip epistemology yang diambil dan di gali dari bangsa Indonesia
sendiri. atau nilai-nilai pancasila yang di telaah dari sudut pandang
epistemology.
c.
Epistomologi
Keperawatan.
Jawaban pertanyaan epistemologi tentang bagaimana
lahirnya ilmu keperawatan berkaitan dengan kehidupan dahulu. Secara naluriah
keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia. Orang-orang pada zaman
dahulu hidup dalam keadaan original. Namun demikian mereka sudah mampu memiliki
sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Perkembangan
keperawatan dipengaruhi oleh semakin majunya peradaban manusia maka semakin
berkembang keperawatan. Pekerjaan “merawat” dikerjakan berdasarkan naluri
(instink) “mother instinct” (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri yang
bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, dan merawat orang lemah).
Diawali oleh seorang Florence Nightingale yang mengamati fenomena bahwa pasien
yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang bersih ternyata lebih cepat sembuh
dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan yang kotor. Hal ini
membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam keberhasilan
perawatan pasien yang kemudian menjadi paradigma keperawatan berdasarkan
lingkungan. Sehingga semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari dengan
berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan cara Revelasi
(pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intuisi (diluar
kesadaran),dump common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan metode
ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Misalnya Peplau
(1952) menemukan teori interpersonal
sebagai dasar perawatan. Orlando (1961) menemukan teori komunikasi sebagai
dasar perawatan. Roy (1970) menemukan teori adaptasi sebagai dasar perawatan.
Johnson (1961) menemukan stabilitas sebagai tujuan perawatan dan Rogers (1970)
menemukan konsep manusia yang unik.
Keperawatan memiliki bahasan yang disusun secara
sistematis dan menggunakan metode ilmiah dimana asuhan keperawatan pada manusia
ditunjukan kepada bagian yang tidak dapat berfungsi secara sempurna yang
berkaitan dengan kondisi kesehatn itu sendiri dan manusia sebagai mahluk yang
utuh dan unik. Keperawatan dikatakan sebagai ilmu karena keperawatan memilki
landasan ilmu pengetahuan yang ilmiah yaitu scientific nursing karena ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan selalu berkembang. Contoh: Pada
perkembangannya, ilmu keperwatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain.
Mengingat ilmlu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalau berubah menurut
tunutnan zaman. Sebagi ilmu yang mulai berkembang ilmu keperawatan, banyak
mendapakatkan tekanan diantaranya tekanan dari luar dan tekanan dari dalam,
sebagi contoh, tekanan dari luar yang berpengaruh pada perkembangan ilmu keperawatan
adalah adanya tuntunan kebutuhan masayrakat dan industri kesehatan dan tekanan
dari dalam yaitu masalah keperawatan yang secara terus menrus ada dan selalu
memerluakan jawaban.
3.
Aksiologi
a.
Pengertian
Aksiologi
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang
diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri
bahawa ilmu telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam
menegndalikan kekuatan-kekuatan alam. Dengan mempelajari atom kita dapat
memanfaatkannya untuk sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi hal ini
juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia, tetapi hal ini juga dapat
menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom akan meningkatkan kualitas
persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan
mengancam keselamatan umat manusia.
b.
Aksiologi
Pancasila
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya
membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang
Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki
satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa
kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian
filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan
sebagai “keberhargaan“ (worth) atau “kebaikan” (goodnes), dan kata kerja
yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian (Frankena: 229).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk
nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material
dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai
kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis,
seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau
estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara
keseluruhan bersifat sistemikhierarkis. Sehubungan dengan ini, sila pertama,
yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila
(Darmodihardjo: 1978). Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung
nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan
yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang
menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
c.
Aksiologi
Keperawatan
Jawaban pertanyaan aksiologi, dapat dijelaskan bahwa ilmu
keperawatan digunakan sebagai ilmu, pedoman, dan dasar dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien dengan berbagai tingkatan dari individu,
keluarga, kelompok bahkan sampai masyarakat luas guna meningkatkan derajat kesehatan
pasien tersebut. Sehingga bisa merubah kondisi seseorang atau sekelompok orang
dari kondisi sakit menjadi sembuh dan yang sudah sehat dapat mempertahankan
atau mengoptimalkan derajat kesehatannya.
Hakekat
manusia sebagai makhluk biopsikososio dan spritual, pada hakekatnya keperawatan
merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan,
memiliki tingkat klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta
pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Pelayanan dengan menerapkan kebutuhan pasien sebagai makhluk biopsikososio dan
spiritual merupakan implikasi dari perawat menjalankan tugas sebagai perawat
yang professional berdasarkan pancasila. Penerapan ini tentunya tidak lepas
dari kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika
kesehatan. Inti dari hal tersebut, yaitu menerapkan nilai etika terhadap bidang
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat berdasarkan pancasila dan UUD
1945. Kode etik keperawatan Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, melalui Munas PPNI di Jakarta pada
tanggal 29 November 1989.
Seorang perawat harus mempunyai prinsip-prinsip moral,
tetapi prinsip moral itu bukan sebagai suatu peraturan konkret untuk bertindak,
namun sebagai suatu pedoman umum untuk memilih apakah tindakan-tindakan yang
dilakukan perawat itu benar atau salah.
Beberapa
kategori prinsip moral diantaranya :
-Kebijakan ( dan realisasi diri )
-Kesejahteraan orang lain
-Penghormatan terhadap otoritas
-Kemasyarakatan / pribadi-pribadi
-Dan keadilan
-Kebijakan ( dan realisasi diri )
-Kesejahteraan orang lain
-Penghormatan terhadap otoritas
-Kemasyarakatan / pribadi-pribadi
-Dan keadilan
Seorang perawat harus mempunyai rasa kemanusiaan dan
moralitas yang tinggi terhadap sesama. Karena dengan begitu, antara perawat dan
pasien akan terjalin hubungan yang baik. Perawat akan merasakan kepuasan batin,
bila ia mampu membantu penyembuhan pasien dan si pasien sendiri merasa puas
atas pelayanan perawatan yang diberikan, dengan kata lain terjadi interaksi
antara perawat dan pasien.
Selain prinsip-prinsip moralitas yang dikemukakan diatas, ajaran moralitas dapat juga berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila, misalnya dalam sila I dan sila II.
1. Sila I ( Ketuhanan Yang Maha Esa )
Bahwa kita menyakini akan adanya Tuhan ( Allah SWT ), yang akan selalu mengawasi segala tindakan-tindakan kita. Begitu juga dengan perawat. Bila perawat melakukan Malpraktik, mungkin ia bias lolos dari hukuman dunia. Tetapi hokum Tuhan sudah menanti disana ( akhirat ). Jadi perawat harus mampu menjaga perilaku dengan baik, merawat pasien sebagai mana mestinya.
2. Sila II ( Kemanusiaan Yang adil dan Beradap )
Disini jelas bahwa moralitas berperan penting, khususnya moralitas perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mampu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik itu kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
Selain prinsip-prinsip moralitas yang dikemukakan diatas, ajaran moralitas dapat juga berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila, misalnya dalam sila I dan sila II.
1. Sila I ( Ketuhanan Yang Maha Esa )
Bahwa kita menyakini akan adanya Tuhan ( Allah SWT ), yang akan selalu mengawasi segala tindakan-tindakan kita. Begitu juga dengan perawat. Bila perawat melakukan Malpraktik, mungkin ia bias lolos dari hukuman dunia. Tetapi hokum Tuhan sudah menanti disana ( akhirat ). Jadi perawat harus mampu menjaga perilaku dengan baik, merawat pasien sebagai mana mestinya.
2. Sila II ( Kemanusiaan Yang adil dan Beradap )
Disini jelas bahwa moralitas berperan penting, khususnya moralitas perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mampu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik itu kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
4.
REFERENSI
0 komentar:
Posting Komentar