Kamis, 31 Oktober 2013

Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi dalam Keperawatan

Posted by Khoirul Zed | 19.17 Categories:
TUGAS 2

1.    PENDAHULUAN
Pada keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 647/MENKES/SK/IV/2000 tentang ketentuan umum pada Bab I Pasal 1 yaitu : “Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dengan demikian perawat memiliki peranan dan fungsi dalam melaksanakan profesinya yang secara aktif dalam mendidik dan melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat ditinjau dari segi ediologi pancasila. Ideologi Pancasila pada hakikatnya merupakan sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyakat, berbangsa dan bernegara, namun kesadaran masyarakat akan ideologi bangsa itu bertingkat. Hal ini berarti bahwa kesadaran ideologi masyarakat berjalan dalam proses dan mengenal tahapan dalam intensitasnya. Oleh karena itu peranan perawat khususnya perawat profesional sangat erat kaitannya dengan pendidikan pancasila khususnya etika nilai-nilai pengembangan profesinya dari efek pendidikan pancasila itu sendiri. Maka peranan perawat sangat menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab untuk memelihara dan mengelola asuhan keperawatan serta mengembangkan diri dalam meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan keperawatan.

2.      RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud :
1.    Ontology keperawatan
2.    Epistomologi keperawatan
3.    Aksiologi keperawatan
Ditinjau dari falsafah pancasila ?
3.      PEMBAHASAN
1.    Ontologi
a.    Pengertian Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Berlainan dengan agama atau bentuk-bentuk pengetahuan yang lain, ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-kejadian yang empiris, selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
b.    Ontologi Pancasila
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa?, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
c.    Ontologi Keperawatan
Jawaban pertanyaan ontologi tentang keperawatan berdasarkan pancasila dapat didefinisikan dalam beberapa pendapat. Calilista roy (1976) mendefinisikan bahwa keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien. Sedangkan florence nightingale (1895) mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien dalam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ontology keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan expert, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, serta standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat expert secara mandiri atau melalui upaya kolaborasi. Kode etik disini tentunya sesuai dengan pancasila dan tidak menyimpang dari pancasila.
Objek yang menjadi kajian keperawatan adalah manusia, dalam hal ini adalah pasien. Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis. Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya. Keperawatan memiliki cara pandang pada respon manusia terhadap masalah kesehatan dalam memenuhi kebutuhasn dasarnya. Bantuan perawat diberikan kepada keadaan individu, kelompok, atau masyarakat yang tidak mampu berfungsi secara sempurna dalam masalah kesehatan dan proses penyembuhannya. Jadi pasien, penyakit dan proses perawatan merupakan objek kajian keperawatan sedangkan subjeknya adalah perawat.
2.    Epistomologi
a.    Pengertian Epistomologi
Epistimologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, epistimologi adalah suatu teori pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan menggunakan metode keilmuan, sah disebut keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih mencerminkan hakikat ilmu daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut syarat keilmuan yaitu bersifat terbuka dan menjunjung kebenaran diatas segala-segalanya (Jujun S. Suriasumantri, 1991, hal 9).
b.    Epistemologi Pancasila
Epistemologi Pancasila adalah epistemology yang prinsip-prinsipnya secara intuitif didasarkan kepada ideology Pancasila. Dengan kata lain prinsip epistemology yang diambil dan di gali dari bangsa Indonesia sendiri. atau nilai-nilai pancasila yang di telaah dari sudut pandang epistemology.
c.    Epistomologi Keperawatan.
Jawaban pertanyaan epistemologi tentang bagaimana lahirnya ilmu keperawatan berkaitan dengan kehidupan dahulu. Secara naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia. Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan original. Namun demikian mereka sudah mampu memiliki sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Perkembangan keperawatan dipengaruhi oleh semakin majunya peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan. Pekerjaan “merawat” dikerjakan berdasarkan naluri (instink) “mother instinct” (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, dan merawat orang lemah). Diawali oleh seorang Florence Nightingale yang mengamati fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang bersih ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi lingkungan yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan berperan dalam keberhasilan perawatan pasien yang kemudian menjadi paradigma keperawatan berdasarkan lingkungan. Sehingga semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari dengan berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intuisi (diluar kesadaran),dump common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Misalnya Peplau (1952) menemukan  teori interpersonal sebagai dasar perawatan. Orlando (1961) menemukan teori komunikasi sebagai dasar perawatan. Roy (1970) menemukan teori adaptasi sebagai dasar perawatan. Johnson (1961) menemukan stabilitas sebagai tujuan perawatan dan Rogers (1970) menemukan konsep manusia yang unik.
Keperawatan memiliki bahasan yang disusun secara sistematis dan menggunakan metode ilmiah dimana asuhan keperawatan pada manusia ditunjukan kepada bagian yang tidak dapat berfungsi secara sempurna yang berkaitan dengan kondisi kesehatn itu sendiri dan manusia sebagai mahluk yang utuh dan unik. Keperawatan dikatakan sebagai ilmu karena keperawatan memilki landasan ilmu pengetahuan yang ilmiah yaitu scientific nursing karena ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan selalu berkembang. Contoh: Pada perkembangannya, ilmu keperwatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain. Mengingat ilmlu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalau berubah menurut tunutnan zaman. Sebagi ilmu yang mulai berkembang ilmu keperawatan, banyak mendapakatkan tekanan diantaranya tekanan dari luar dan tekanan dari dalam, sebagi contoh, tekanan dari luar yang berpengaruh pada perkembangan ilmu keperawatan adalah adanya tuntunan kebutuhan masayrakat dan industri kesehatan dan tekanan dari dalam yaitu masalah keperawatan yang secara terus menrus ada dan selalu memerluakan jawaban.
3.    Aksiologi
a.    Pengertian Aksiologi
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahawa ilmu telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menegndalikan kekuatan-kekuatan alam. Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya untuk sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom akan meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan mengancam keselamatan umat manusia.

b.    Aksiologi Pancasila
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai “keberhargaan“  (worth) atau “kebaikan” (goodnes), dan kata kerja yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena: 229).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemikhierarkis. Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila (Darmodihardjo: 1978). Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
c.    Aksiologi Keperawatan
Jawaban pertanyaan aksiologi, dapat dijelaskan bahwa ilmu keperawatan digunakan sebagai ilmu, pedoman, dan dasar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan berbagai tingkatan dari individu, keluarga, kelompok bahkan sampai masyarakat luas guna meningkatkan derajat kesehatan pasien tersebut. Sehingga bisa merubah kondisi seseorang atau sekelompok orang dari kondisi sakit menjadi sembuh dan yang sudah sehat dapat mempertahankan atau mengoptimalkan derajat kesehatannya.
Hakekat manusia sebagai makhluk biopsikososio dan spritual, pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki tingkat klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pelayanan dengan menerapkan kebutuhan pasien sebagai makhluk biopsikososio dan spiritual merupakan implikasi dari perawat menjalankan tugas sebagai perawat yang professional berdasarkan pancasila. Penerapan ini tentunya tidak lepas dari kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan. Inti dari hal tersebut, yaitu menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Kode etik keperawatan Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia, melalui Munas PPNI di Jakarta pada tanggal 29 November 1989.
Seorang perawat harus mempunyai prinsip-prinsip moral, tetapi prinsip moral itu bukan sebagai suatu peraturan konkret untuk bertindak, namun sebagai suatu pedoman umum untuk memilih apakah tindakan-tindakan yang dilakukan perawat itu benar atau salah.
Beberapa kategori prinsip moral diantaranya :
-Kebijakan ( dan realisasi diri )
-Kesejahteraan orang lain
-Penghormatan terhadap otoritas
-Kemasyarakatan / pribadi-pribadi
-Dan keadilan
Seorang perawat harus mempunyai rasa kemanusiaan dan moralitas yang tinggi terhadap sesama. Karena dengan begitu, antara perawat dan pasien akan terjalin hubungan yang baik. Perawat akan merasakan kepuasan batin, bila ia mampu membantu penyembuhan pasien dan si pasien sendiri merasa puas atas pelayanan perawatan yang diberikan, dengan kata lain terjadi interaksi antara perawat dan pasien.
             Selain prinsip-prinsip moralitas yang dikemukakan diatas, ajaran moralitas dapat juga berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila, misalnya dalam sila I dan sila II.
1. Sila I ( Ketuhanan Yang Maha Esa )
     Bahwa kita menyakini akan adanya Tuhan ( Allah SWT ), yang akan selalu mengawasi segala tindakan-tindakan kita. Begitu juga dengan perawat. Bila perawat melakukan Malpraktik, mungkin ia bias lolos dari hukuman dunia. Tetapi hokum Tuhan sudah menanti disana ( akhirat ). Jadi perawat harus mampu menjaga perilaku dengan baik, merawat pasien sebagai mana mestinya.
2. Sila II ( Kemanusiaan Yang adil dan Beradap )
     Disini jelas bahwa moralitas berperan penting, khususnya moralitas perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mampu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik itu kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.


4.    REFERENSI


0 komentar:

Posting Komentar