DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................... 1
Bab. I PENDAHULUAN
................................................................... 2
A.
Latar
Belakang ........................................................................... 2
B.
Tujuan
......................................................................................... 3
C.
Sistematika
Penulisan ................................................................. 3
D.
Rumusan
Masalah ...................................................................... 4
Bab. II TUNJAUAN PUSTAKA ....................................................... 5
1.
Pengertian
Komunikasi .............................................................. 5
2.
Pengertian
Komunikasi Terapeutik............................................. 5
3.
Tujuan
Komunikasi Terapeutik................................................... 6
4.
Tahap-tahap
Komunikasi Terapeutik........................................... 7
5.
Komunikasi
Terapeutik Anak...................................................... 10
BAB. III HASIL OBSERVASI............................................................ 14
1.
Masalah
Yang Ditemukan........................................................... 14
2.
Analisis
Masalah.......................................................................... 14
BAB. IV PENUTUP............................................................................. 18
A.
Kesimpulan
................................................................................. 18
B.
Saran
........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Komunikasi
adalah suatu proses ketika informasi disampaikan kepada orang lain melalui
symbol, tanda, atau tingkah laku ( Haber, 1987 ). Komunikasi bisa berbentuk
komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, dan komunikasi abstrak (Champbell dan
Glasper, 1995 ). Komunikasi terapeutik yaitu hubungan interpersonal dimana
perawat– klien memperoleh pengalaman belajar bersama serta memperbaiki
pengalaman emosional klien. Komunikasi terapeutik mempunyai tujuan spesifik,
saling membagi pikiran, perasaan dan berorientasi pada masa sekarang (Here and
Now), berfokus pada klien dalam memenuhi kebutuhan.
Komunikasi pada anak
merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan kita dengan anak. Melalui
komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih saying dan selanjutnya anak
akan merasa memiliki suatu penghargaan pada dirinya. Dalam praktek keperawatan
istilah komunikasi sering digunakan pada aspek pemberian terapi pada klien
sehingga komunikasi banyak dikaitkan dengan istilah terapeutik atau dikenal
dengan nama komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik
merupakan suatu cara untuk membina hubungan yang terapeutik yang diperlukan
untuk pertukaran informasi dan perasaan, yang dapat mempengaruhi perilaku orang
lain mengingat keberhasilan tindakan keperawatan tergantung pada proses
komunikasi (Stuart dan Sundeen, 1987)
Upaya kesehatan anak
dan remaja bertujuan untuk turut menciptakan kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, emosional dan sosial yang optimal dari anak
dan remaja. Kelompok usia anak dan remaja merupakan kelompok yang sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan pesat, oleh karena itu dibutuhkan
perhatian dan pembinaan yang khusus.
Dalam memberikan
pelayanan yang optimal pada anak dan remaja menjalin hubungan yang terapeutik
antara perawat dengan anak dan remaja adalah salah satu factor yang perlu
mendapatkan perhatian khusus. Anak dan remaja adalah fase tumbuh kembang yang
krusial dalam pembentukan identitas anak di fase berikutnya, untuk itu maka
mekanisme pelayanan perawat terhadap anak dan remaja sepatutnya dilandasi pula
dengan hubungan terapeutik yang berkualitas sesuai dengan tahapan usianya.
Keperawatan sebagai
bagian integral dari sistem kesehatan di Indonesia turut menentukan dalam
menanggulangi masalah kesehatan anak dan remaja. Perawat merupakan kelompok
mayoritas tenaga kesehatan dan mempunyai kesempatan 24 jam dalam memberikan
pelayanan/asuhan keperawatan langsung maupun tak langsung kepada anak dan
remaja dalam tiap tatanan pelayanan pada masyarakat. Kontribusi keperawatan
akan maksimal apabila perawat menggunakan metode penyelesaian masalah yang
disebut dengan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan yang diberikan
kepada anak & remaja serta keluarganya.
B.
TUJUAN
Tujuan dilakukan observasi ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam
mengenai tahapan komunikasi terapeutik yang benar dan masalalah-masalah
komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan di pelayanan kesehatan
khususnya di rumah sakit.
C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini tersusun berdasarkan bahasa EYD (Ejaan
Yang Disempurnakan). Makalah ini terdiri atas 4 Bab yaitu : Bab I. Pendahuluan,
Bab II. Tinjauan Pustaka, Bab III. Hasil Observasi dan Bab IV Penutup.
Referensi makalah ini terdapat dalam tiga sumber yaitu buku, kuliah pakar dan
internet.
D. RUMUSAN MASALAH
Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam keperawatan. Perawat perlu
menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan pasien, peran komunikasi sangat
dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan pasien.
dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi yang dilakukan perawat dengan
pasien bukanlah komunikasi sosial biasa, melainkan komunikasi yang bersifat
terapi. Komunikasi seperti itu disebut juga dengan komunikasi terapeutik yang
merupakan komunikasi antara perawat dengan pasien yang dilakukan secara sadar,
selain itu bertujuan untuk kesembuhan pasien.
Dari kasus
ini kami ingin mengetahui apakah perawat telah menggunakan komunikasi
terapeutik dengan benar dan bagaimana teknik atau cara yang digunakan perawat
dalam berkomunikasi terapeutik dengan pasien di bangsal atau ruang anak Rumah
Sakit Ulin Banjarmasin?
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian
Komunikasi
Komunikasi
merupakan salah satu bentuk upaya diantara dua orang individu maupunn lebih
guna menciptakan kebersamaan. Menurut bebrapa pakar, apabila komunikasi
diletakkan sebagai kata kerja, maka akan memiliki beberapa bentuk kandungan
makna, yaitu sebagai berikut:
1. Guna bertukar pikiran, perasaan, dan
informasi
2. Guna bertukar informasi sehingga saling tahu
3. Menciptakan kesamaan
4. Menciptkan sebuah hubungan simpatik
(Panduan Komunikasi Efektif Keperawatan
Profesional, 2013)
Komunikasi
merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi pertukaran
informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih.
Komunikasi mempunyai dua tujuan, yaitu untuk pertukaran informasi dan
memengaruhi orang lain.
Dalam
asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Stuart G.W. 1998)
(Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas, 2011)
2.
Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).
Kemampuan
perawat berkomunikasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain adalah hal yang
mendasar bagi penyelenggaraan proses keperawatan, sehingga dalam menjalankan
tugasnya perawat tidak pernah lepas dari proses komunikasi, baik antar tim
medis yang lain dan antara perawat dan klien yang sering digunakan yaitu
komunikasi terapeutik.
·
Northouse
(1998) “komunikasi Terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguna psikologis,
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain”
·
Stuart
GW (1998) “Komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpersonal antara perawat
dan klien, dlm hub ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama
dlm rangka memperbaiki pengalaman emosional
klien”
Adalah
proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien.
Proses memfokuskan pd klien, namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang
profesional.
Terapeutik = seni dari penyembuhan (As Hornby
dalam Intan, 2005)
Terapeutik = segala sesuatu yang
memfasilitasi proses penyembuhan.
Kesimpulan : Komunikasi Terapeutik adalah “komunikasi yang dilakukan atau dirancang oleh
perawat atau seorang penolong (helper) yang profesional untuk tujuan
terapi dan membantu proses penyembuhan klien”
(Kuliah
Pakar Ibu Rida’ Millati,S.Kep, Ns)
3.
Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar,
bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. (Northouse, 1998).
Komunikasi
Terapeutik bertujuan untuk mengembangkan
pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada
pertumbuhan klien, meliputi:
Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan
penghormatan klien.
Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superficial dan saling tergantung dengan orang lain.
Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. ”individu yang merasa kenyataan
dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi”.
Keempat, rasa identitas personal yang jelas dapat meningkatan
integritas diri.
(Kuliah
Pakar Ibu Rida’ Millati,S.Kep, Ns)
4.
Tahap – tahap
Komunikasi Terapeutik
o
Tahap persiapan atau tahap pra-interaksi,
o
Tahap perkenalan atau orientasi,
o
Tahap kerja dan
o
Tahap terminasi
1.
Tahap Persiapan atau
Tahap Pra-Interaksi,
Dalam tahapan ini perawat:
o Menggali perasaan
dan menilik dirinya
o Mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya.
o Mencari informasi
tentang klien sebagai lawan bicaranya.
Tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin
dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik
dengan klien.
Pentingnya perawat mengatasi kecemasan !!!
a.
Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi
interaksinya dengan orang lain (Ellis,
Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005).
b.
kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan
oleh lawan bicara.
c.
tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh
klien dengan baik .
Tugas perawat dalam
tahap pra-interaksi
a)
Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasan.
b)
Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
c)
Mengumpulkan data tentang klien.
d)
Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap Perkenalan
·
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan
dengan klien dilakukan.
·
Tujuan tahap ini adalah
a.
Memvalidasi keakuratan data dan
b.
Memvalidasi rencana yang telah dibuat sesuai dengan
keadaan klien saat ini, serta
c.
Mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu
Tugas perawat dalam tahap perkenalan
a) Membina rasa saling
percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
b) Merumuskan kontrak
(waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan
menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
c) Menggali pikiran
dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan
menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
d) Merumuskan tujuan
interaksi dengan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
3.
Tahap Kerja
a.
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998).
b.
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam
komunikasi terapeutik.
c.
Pada Tahap ini perawat dituntut untuk membantu dan
mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya.
d.
Kemudian Menganalisa respons ataupun pesan komunikasi
verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien.
e.
Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif
dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan
mengevaluasinya.
f.
perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien.
g.
Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan
dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien
memiliki pikiran dan ide yang sama.
Bagaimana jika
tidak disimpulkan?
·
Dapat terjadi ketidaksamaan persepsi terhadap masalah
antara perawat dan klien
·
Penyelesaian masalah tidak terarah
·
Hasil yang tidak relevan dengan harapan
·
Masalah klien menjadi tidak terselesaikan
4. Tahap Terminasi
a.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan
klien.
b.
Tahap terminasi
dibagi dua yaitu
o Terminasi sementara : akhir dari tiap pertemuan
perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati
bersama. dan
o Sedangkan terminasi akhir : dilakukan oleh perawat
setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan
Tugas perawat dalam tahap
terminasi
1.
Mengevaluasi
pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif).
a.
Meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah
didiskusikan, mrp suatu yang sangat berguna pada tahap terminasi
b.
Dalam mengevaluasi,
perawat tidak boleh berkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya
terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan
2.
Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
3.
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan.
a.
Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan
interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan
selanjutnya.
b.
Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada
pertemuan berikutnya
4.
Membuat kontrak
a.
Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan
antar perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
b.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan
interaksi.
5.
Komunikasi
Terapeutik Anak
1.
Komunikasi Dengan Anak Berdasarkan Usia
Tumbuh Kembang
a.
Usia
Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi
pada umumnya dapat dilakukan dengan melalui gerakan-gerakan bayi yang merupakan
alat komunikasi yang efektif. Perkembangan komunikasi pada bayi dimulai dengan
kemampuan bayi melihat benda-benda yang menarik, biasanya pada minggu ke
delapan. pada minggu kedua belas bayi dapat tersenyum. pada usia 16 minggu bayi
dapat menoleh kea rah suara yang asing baginya. Pada pertengahan tahun bayi
dapat mengucapkan kat-kata awal seperti ba-ba, da-da dan lain-lain. pada bulan
ke sepuluh bayi dapat berespon saat dipanggil namanya, mampu melihat beberapa
gambar yang terdapat dalam buku, dan pada akhir tahun pertama dapat mengatakan
kata-kata yang spesifik sekitar dua atau tiga kata.
Selain
komunikasi di atas, komunikasi yang efektif menggunakan komunikasi nonverbal
sepertimengusap, menggendong, memangku dan lain-lain.
b.
Usia
Toddler dan Prasekolah (1-2,5 th, 2,5-5 tahun)
Pada
tahun pertama anak sudah mampu memahami sekitar sepuluh kat. pada tahun kedua
memahami sekitar 200-300 kata. Pada usia 3 tahun, anak sudah mampu menguasai
skitar 900 kata. Komunikasi pada usia ini bersifat egosentris, rasa ingin tahu
dan inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa meningkat, mudah merasa kecewa dan
merasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada
dirinya, takut trhadap ketidaktahuan, dan perlu diingat pada usia ini anak
masih belum fasih berbicara (Behrman,
1996). Pada usia ini, cara berkomunikasi yang dilakukan adalah dengan
memberitahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan untuk menyentuh
alat pemeriksaan yang digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak
dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hidarkan
sikap mendesak sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”,
mengalihkan aktifitas saat komunikasi, memberikan mainan saat berkomunikasi
dengan maksud anak mudah diajak berkomunikasi, mengatur jarak saat
berkomunikasi, adanya kesadaran diri di mana kita harus menghindari konfrontasi
langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara nonverbal kita selalu
memberikan dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh
anak tanpa persetujuannya, salaman dengan anak merupakan cara untuk
menghilangkan rasa cemas. Menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali
perasaan dan fikiran anak saat komunikasi.
c.
Usia
Sekolah (5-11 tahun)
Dimulai
dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang
besar dan apa yang dilaksanakan anak mencerminkan fikiran anak dan kemampuan
anak untuk membaca di sini sudah dapat dimulai. Pada usia delapan tahun anak
sudah dapat membaca dan sudah mulai berfikir terhadap kehidupan.
Komunikasi
yang dapat dilakukan pada usia ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat
kemampuan bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan
sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak
diketahui. pada usia ini keingintahuan pada aspek fusngsional dan procedural
dari objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi dan prosedurnya,
maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan
menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
secara efektif.
d.
Usia
Remaja (11-18 tahun)
Perkembangan
komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau
berdebat dan sudah mulai berfikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan
rasa malu, pada usia ini anak sering kali merenung kehidupan masa depan yang
direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola fikir mulai menunjukkan kea
rah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa
peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi
yang dapat dilakukan pada usia ini adalah dengan berdiskusi atau curah pendapat
pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu
dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan
anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.
2. Cara Komunikasi dengan Anak
Beberapa
cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak antara lain:
1.
Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara
komunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri
anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dan melibatkan orang tua
yang duduk di sampingnya
2.
Bercerita
Melalui
cara ini pesan yang ingin disampaikan kepada anak akan mudah diterima, tetapi
cerita yang disamapikan hendaknya sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan,
yang dapat diekspresikan melalui tulisan dan gambar.
3.
Memfasilitasi
Dalam
memfasilitasi, kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh
dominan tetapi anak harus diberikan respon terhadap pesan yang disampaikan
melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan
negative yang menunjukkan kesan yang jelek buat anak.
4.
Biblioterapi
Dengan
pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan,
dengan menceritakan isi buku yang sesuai dengan pesan yang disampaikan.
5.
Meminta untuk menyebutkan keinginan
Hal
ini penting untuk mengetahui keluhan anak dan keinginan tersebut dapat
menunjukkan perasaan dan fikiran pada saat itu
6.
Pilihan pro dan Kontra
Penting
untuk menentukan atau mengetahui perasaan dan fikiran anak, dengan mengajukan
pada situasi yang menunjukkan pilihan positif dan negative sesuai pendapat anak
7.
Penggunaan Skala
Penggunaan
skala atau peringkat dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak, seperti
penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak
untuk mengekspresikan sakitnya
8.
Menulis
Melalui
ini anak mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya
dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam. Dilakukan
jika anak sudah mempunyai kemampuan untuk menulis.
9.
menggambar
Seperti
halnya menulis, dapat digunakan untuk mengekspresikan, perasaan jengkel marah
bisanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkannya apabila
gambar yang ditulisnya ditanya tentang maksudnya.
10.
Bermain
sebagai
alat yang efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi. Melalui ini hubungan
interpersonal antara anak, perawat dan orang sekitarnya dapat terjalin dan
pesan-pesan dapat disampaikan.
(Panduan
Komunikasi Efektif Keperawatan Profesional, 2013)
3.
Cara
Komunikasi dengan Orang Tua
·
Anjurkan orang tua untuk berbicara
·
Arahkan ke Fokus
·
Mendengarkan
·
Diam
·
Empati
·
Meyakinkan kembali
·
Merumuskan kembali
·
Memberi petunjuk kemungkinan apa yang
terjadi
·
Menghindari hambatan dalam komunikasi
(Panduan
Komunikasi Efektif Keperawatan Profesional, 2013)
BAB
III
HASIL OBSERVASI
A. MASALAH YANG DITEMUKAN
Setelah kami melakukan observasi di lapangan
yaitu di Rumah Sakit Ulin di ruang Sedap Malam (Ruang Anak) dengan subjek anak
A umur sekitar 3-4 tahun, kami menemukan beberapa masalah komunikasi terapeutik
antara perawat kepada pasien maupun keluarga pasien saat pemberian injeksi.
Masalah-masalah yang kami dapatkan adalah:
1. Perawat tidak menyampaikan kontrak (waktu,
tempat, tujuan)
2.
Perawat
tidak menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah pasien
3. Perawat tidak menjelaskan tujuan kerjanya
4. Perawat tidak melakukan komunikasi langsung secara
intensif kepada pasien anak, hanya kepada orang tua anak
B.
ANALISIS
MASALAH
Mengaitkan
dengan teori komunikasi yang sudah didapatkan sebelumnya dan dengan belajar
mandiri untuk mendapatkan teori lainnya, dengan itu kami akan membandingkan
masalah yang kami temukan dengan teori komunikasi yang didapatkan tersebut.
1. Perawat
Tidak Menyampaikan Kontrak (Waktu, Tempat dan Tujuan)
Pada tahap kedua komunikasi
terapeutik adalah tahap perkenalan atau tahap orientasi. Dari hasil pengamatan
kami, komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat tidak sesuai dengan teori
yang kami dapatkan, seharusnya pada tahap ini perawat memiliki tugas salah
satunya yaitu merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan)
bersama-sama dengan klien. (Panduan Komunikasi Efektif Keperawatan
Profesional, 2013). Sebenarnya merumuskan kontrak juga terdapat pada tahap
terminasi atau perpisahan dimana perawat merumuskan kontrak untuk pertemuan
berikutnya. Sedangkan pada tahap orientasi, kontrak digunakan untuk tahap
komunikasi terapeutik yang akan dilaksanakan selanjutnya. Pada tahap ini
perawat juga tidak mengklarifikasi
kembali kontrak yang telah disepakati bersama. Merumuskan kontrak sangat
penting dilakukan perawat karena merumuskan kontrak ini bertujuan untuk
memvalidasi rencana yang telah perawat
buat maupun rencana yang akan dilaksanakan. Hal ini juga membantu perawat dalam
membangun kepercayaan pasien terhadap perawat.
2.
Perawat Tidak Menggali Pikiran dan
Perasaan serta Mengidentifikasi Masalah Pasien
Tugas lain yang perawat lewatkan dalam komunikasi terapeutik adalah perawat tidak menggali pikiran dan
perasaan serta mengidentifikasi masalah pasien. Hal ini tidak sesuai dengan
teori yang kami dapatkan Biasanya tugas perawat menggali pikiran dan perasaan
pasien ini dilakukan pada tahap orientasi yaitu mengevaluasi keadaan pasien.
Pada tahap ini digunakan kalimat-kalimat seperti ,”Bagaimana perasaan Tuti hari ini”, atau ,”Coba ceritakan perasaan Tuti
hari ini”. “Adakah hal yang terjadi selama kita tidak bertemu? Coba ceritakan,”
(Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas, 2011). Kalimat-kalimat tersebut
maupun kalimat lain yang sejenis tidak kami temukan pada pengamatan kami. Padahal
kalimat-kalimat tersebut akan memberikan efek penyembuhan pada pasien. Pada kasus
ini, perawat seharusnya menggunakan teknik komunikasi terhadap anak yaitu meminta
untuk menyebutkan keinginan, hal ini penting untuk mengetahui keluhan anak dan
keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan fikiran pada saat itu. (Panduan Komunikasi Efektif
Keperawatan Profesional, 2013). Jadi secara tidak langsung perawat dapat
mengetahui pikiran dan perasaan pasien tersebut sehingga perawat dapat
mengidentifikasi masalah apa yang pasien alami. Hal ini dilakukan dengan
meminta pasien menyebutkan keinginannya.
3.
Perawat Tidak Menjelaskan Tujuan Kerja
Pada
pengamatan kami di lapangan, perawat tidak menjelaskan tujuan kerja atau tujuan
interaksinya kepada pasien, ini bertolak belakang dengan teori yang kami dapatkan,
yaitu pada tahap perkenalan, salah satu tugas perawat adalah merumuskan tujuan
interaksi dengan klien. Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan
ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik
antara perawat dan klien. (Kuliah
Pakar Ibu Rida’ Millati,S.Kep, Ns). Dari buku Fundamental Keperawatan, 2005,
perawat dapat menunjukan keinginan untuk membantu dengan menjelaskan tindakan
yang diambil dan menunjukan perawatan dengan baik. Ketika diperlukan penjelasan
atau petunjuk, perawat menggunakan bahasa yang langsung dan sederhana. Perawat
harus jujur kepada anak-anak. Membohongi anak-anak dengan mengatakan bahwa
prosedur yang menyakitkan tidak menyakitkan hanya akan membuat mereka marah
untuk meminimalkan ketakutan dan kecemasan, perawat harus selalu dengan segera
mengatakan pada mereka apa yang akan terjadi. Artinya pada tahap ini
menjelaskan tujuan kerja atau interaksi sangat di perlukan agar pasien merasa
lebih percaya diri dan mengetahui perawatan apa yang dia dapatkan dan
memastikan kebutuhannya untuk kesembuhan segera terpenuhi.
4.
Perawat Tidak Melakukan Komunikasi Secara
Intensif Kepada Pasien (Anak), Hanya Kepada Orang Tua Pasien
Dari semua tahapan komunikasi terapeutik, kami mengamati bahwa secara
umum perawat terkesan menghindari komunikasi dengan pasien secara langsung.
Dalam menggali informasi-informasi tentang perkembangan pasien, perawat
mengobservasi dan bertanya kepada orang tua pasien namun tidak kepada pasien
langsung, memang sebenarnya penting menggali informasi kepada pihak ketiga yaitu
orang tua pasien, karena kontak antara orang tua dengan anak umumnya akrab,
informasi yang diberikan orang tua dapat diasumsikan sebagai dapat diandalkan.
(Fundamental Keperawatan, 2005). Tapi pada tahap-tahap lain, perawat
mengidahkan komunikasi terapeutik kepada pasien, misalnya pada tahap kerja,
perawat melakukan tindakan injeksi kepada pasien, namun hanya sedikit
komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien, padahal tindakan-tindakan
yang bersifat invasif beresiko menimbulkan trauma pada anak. (http://pustaka.unpad.ac.id/archives/124544/, 17 Januari 2014).
Jadi perawat seharusnya juga lebih berkomunikasi dengan pasien disamping
berkomunikasi dengan orang tua. Seperti teori yang kami dapat bahwa dalam asuhan keperawatan, komunikasi
ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang
optimal (Stuart G.W. 1998). Selain itu cara komunikasi terapeutik yang perawat
lakukan saat menghadapi pasien anak seperti
posisi badan, jarak interaksi, kontak mata,
nada suara saat berbicara, sentuhan, dan pengalihan aktivitas dapat membuat
pasien anak merasa nyaman dan aman akan keberadaan perawat.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi merupakan salah satu bentuk upaya
diantara dua orang individu maupunn lebih guna menciptakan kebersamaan.
Komunikasi terapeutik mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Tahap – tahap
komunikasi terapeutik yaitu: tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap
perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan Tahap terminasi.
B. Saran
1. Sebaiknya
institusi kesehatan lebih banyak melakukan evaluasi secara rutin terhadap
penerapan komunikasi yang dilakukan perawatnya terhadap pasien guna menghindari
penurunan kualitas teknik komunikasi yang sudah diterapkan di rumah sakit.
2. Sebaiknya
perawat sebagai bagian integral dari kesehatan yang mempunyai
kesempatan 24 jam dalam memberikan pelayanan/asuhan keperawatan langsung maupun
tak langsung kepada pasien memberikan kontribusi kepada kesembuhan pasien
dengan memberikan komunikasi terapeutik sesuai tahapan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry .2005. fundamental Keperawatan ed. 4 vol 1. Jakarta:EGC.
Zen Pribadi. 2013. Panduan Komunikasi Efektif Untuk Bekal Keperawatan Professional. Jogjakarta:
D-Medika.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Ed. 17. Jakarta: EGC.
Anna Budi dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Rida’ Millati. 2014. Kuliah Pakar Komunikasi Terapeutik.
Putri, Ilya. 2011. Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Anak dan Orangtua dalam
http://eprints.undip.ac.id/28341/1.
17 Januari 2014.
Juwita. 2012. Gambaran
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Pada Anak Usia Toddler Pada Saat Tindakan
Invasif dalam http://pustaka.unpad.ac.id/archives/124544/. 17 Januari 2014.