Nama Kelompok :
Ahmad Najihin
Andi Fajar M.H
Muhammad noor huda
Rifky Muhammad S
Siti Rukmana
Dahliani
Makalah ilmu
falsafat
S1
KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seluruh ilmu
hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula
seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya
menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk
padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala
ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan
memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia
mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh,
menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga
ke dasar.
Dalam
memahami ilmu fisafat maka sebaiknya memahami cabang-cabang dari ilmu filsafat
itu sendiri yakni ontology, epistimologi dan akseologi. Ketiga cabang tersebut
sangatlah perlu untuk difahami sebagai tolak ukur / landasan dalam berfikir.
Rumusan
masalah
1. Mengetahui pengertian falsafat
2. Mengetahui hubungan falsafat dengan pancasila
3. Mengetahui hubungan falsafat dengan
keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat Ilmu
Para
Cendikiawan berbeda - beda dalam memberikan pengertian seputar filsafat ilmu.
berikut ini disajikan beberapa defnisi filsafat ilmu agar bisa dipahami secara
utuh dan menyeluruh, pengertian tersebut antara lain :
1. Lewis
White Beck mencoba mendefinisikan filsafat ilmu sebagai ilmu yang membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan
2. A.
Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Cabang pengetahuan
filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya
metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya
dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
3. Michael
V. Berry “berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.
4. May
Brodbeck mengatakan bahwa yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah Analisis
yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai
landasan – landasan ilmu.
Jadi antara
filsafat dan filsafat ilmu ada keterkaitan yang tidak bisa dilepas. untuk
memahami filsafat ilmu harus terlebih dahulu paham filsafat. peter caws
berpendapat bahwa Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya
sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
ontologi keperawatan
A. Apa ilmu Keperawatan ( Ontologi Ilmu Keperawatan )
1. Pengertian perawat
a. Pada lokakarya nasional 1983
Telah disepakati pengertian keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah
pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio
spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan
manusia.
b. Florence Nightingale (1895)
Mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan
pasien alam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak.
c. Calilista Roy (1976)
Mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi
kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk
memberikan pelayanan kepada klien.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
d. Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992
tentang kesehatan
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui
pendidikan keperawatan.
e. Tyalor C Lillis C Lemone (1989)
Mendefinisikan perawat adalah
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi
seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan.
f. Definisi perawat menurut ICN (international council of
nursing) tahun 1965
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan
yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.
Pohon ilmu dari keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan profesi keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional yang kokoh dan mantap.
Pengembangan pendidikan keperawatan bertolak dari pengertian dasar tentang ilmu keperawatan seperti yang dirumuskan oleh Konsorsium Ilmu kesehatan (1991) yaitu : “ Ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu dasar seperti ilmu alam, ilmu social, ilmu perilaku, ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan klinik, yang apluikasinya menggunakan pendekatan dan metode penyelesaian masalah secara ilmiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia “.
Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal yang melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai kebutuhan dasar tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan potensial.
Bidang garapan dan fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari tingkat individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada tingkat masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat system organ fungsional sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care. Hal ini berbeda dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.
Pohon ilmu dari keperawatan adalah ilmu keperawatan itu sendiri. Pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi harus dikembangkan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu dan profesi keperawatan, yang harus memiliki landasan akademik dan landasan professional yang kokoh dan mantap.
Pengembangan pendidikan keperawatan bertolak dari pengertian dasar tentang ilmu keperawatan seperti yang dirumuskan oleh Konsorsium Ilmu kesehatan (1991) yaitu : “ Ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu dasar seperti ilmu alam, ilmu social, ilmu perilaku, ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu dasar keperawatan, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan klinik, yang apluikasinya menggunakan pendekatan dan metode penyelesaian masalah secara ilmiah, ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia “.
Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal yang melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai kebutuhan dasar tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan potensial.
Bidang garapan dan fenomena yang menjadi objek studi keperawatan adalah penyimpangan dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosio-spiritual), mulai dari tingkat individu tang utuh (mencakup seluruh siklus kehidupan), sampai pada tingkat masyarakat, yang juga tercermin pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada tingkat system organ fungsional sampai sub seluler atau molekuler.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari ilmu keperawatan adalah mempelajari tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang difokuskan pada kepedulian perawat terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau disebut dengan care. Hal ini berbeda dengan hakikat kedokteran adalah pengobatan atau disebut cure.
B. Bagaimana lahirnya ilmu keperawatan (Epistemologi ilmu keperawatan)
Keperawatan lahir sejak naluriah keperawatan lahir bersamaan dengan penciptaan manusia. Orang-orang pada zaman dahulu hidup dalam keadaan primitive. Namun demikian mereka sudah mampu sedikit pengetahuan dan kecakapan dalam merawat atau mengobati. Pekerjaan "merawat" dikerjakan berdasarkan naluri (instink) à naluri binatang à "mother instinct" (naluri keibuan) yang merupakan suatu naluri dalam yang bersendi pada pemeliharaan jenis (melindungi anak, merawat orang lemah).
Perkembangan keperawatan dipengaruhi dengan semakin maju peradaban manusia maka semakin berkembang keperawatan. Diawali ole seorang Florence Nigtingale
yang mengamati
fenomena bahwa pasien yang dirawat dengan keadaan lingkungan yang bersih
ternyata lebih cepat sembuh dibanding pasien yang dirawat dalam kondisi
lingkungan yang kotor. Hal ini membuahkan kesimpulan bahwa perawatan lingkungan
berperan dalam keberhasilan perawatan pasien yang kemudian mejadi paradigma
keperawatan berdasar lingkungan.
Semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intusisi ( diluar kesadaran), common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Sehingga muncullah paradigma lain diantaranya:
Semenjak itu banyak pemikiran baru yang didasari berbagai tehnik untuk mendapatan kebenaran baik dengan cara Revelasi (pengalaman pribadi), otoritas dari seorang yang ahli, intusisi ( diluar kesadaran), common sense (pengalaman tidak sengaja), dan penggunaan metode ilmiah dengan penelitian-peneltian dalam bidang keperawatan. Sehingga muncullah paradigma lain diantaranya:
1. Peplau (1952) : Teori interpersonalsebagai dasar perawatan
2. Orlando (1961) : Teori komunikasi sebagai dasar perawatan
3. Johnson (1961) : Stabilitas sebagai tujuan perawatan
4. Roy (1970) : Teori adaptasi sebagai dasar perawatan
5. Rogers (1970) : konsep manusia yang unik
6. King (1971) : Proses transaksi perawat-klien
7. Orem (1971) : Kemandirian pasien untuk merawat dirinya sebagai tujuan perawatan
1.
Ontologi
Kata
ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos
Logic Jadi ontology adalah the theory of being qua being ( teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang
ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada
yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau
abstrak.
Istilah
ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M,
untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya
Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum dan khusus.
Metafisika
umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih
terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.
Didalam
pemahaman Ontologi terdapat beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran,
diantaranya :
1. Monoisme, :
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal,
baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :
a) Materialisme,
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani.
Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh
tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri
b) Idealisme,
Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme
berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari
ruh (sukma) atu sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan
ruhani
2. Dualisme, Aliran
ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan
keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini adalah Descater
(1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern)
3. Pluralisme,
paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk
itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras
dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan
terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara
4. Nihilisme, berasal
dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah
Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah
ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang
memberikan tiga proporsi tentang realitas Pertama, tidak ada
sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada
Kedua, bila
sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu
tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi
Ketiga, sekalipun
realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain
5. Agnotitisme,
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik
hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa
Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat dikenal.
Akal
merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya
sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi
lewat sebuah proses berpikir dan mendapatkan pengalaman.
1.
Epistimologi
Secara
historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk
membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem
filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian
yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian
para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika
mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja
pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.
Substansi persoalan
menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep, meskipun
ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan
konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi)
secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang terkandung dalam konsep
tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan konsep
selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan
persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami
substansi belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia
baru bisa menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar,
prinsip-prinsip belajar, hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan
belajar dan sebagainya. Jadi, pemahaman terhadap substansi suatu konsep
merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan selanjutnya yang sedang
dibahas dan substansi konsep itu biasanya terkandung dalam definisi
(pengertian).
Demikian
pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian pemahaman
terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang
terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa
sebenarnya epistemologi itu.
epistemologi
juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, istilah
epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos
berarti teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya)
pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat
saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia
dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3).
Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan
pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat
Ilmu UGM, 2003, hal.32).
Pengertian
lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana
kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah
hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan
yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis
Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa
Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian
dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya
serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang
memiliki pengetahuan.
Inti
pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Sedangkan hal yang cukup
membedakan adalah bahwa pengertian yang pertama menyinggung persoalan kodrat
pengetahuan, sedangkan pengertian kedua tentang hakikat pengetahuan. Kodrat
pengetahuan berbeda dengan hakikat pengetahuan. Kodrat berkaitan dengan sifat
yang asli dari pengetahuan, sedang hakikat pengetahuan berkaitan dengan ciri-ciri
pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang sebenarnya. Pembahasan
hakikat pengetahuan ini akhirnya melahirkan dua aliran yang saling berlawanan,
yaitu realisme dan idealisme.
Selanjutnya,
pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua pengertian tersebut,
diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa epistemologi adalah
cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas
pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai
“ilmu yang membahas tentang keasliam, pengertian, struktur, metode dan
validitas ilmu pengetahuan”. Kendati ada sedikit perbedaan dari
kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini
sedikit perbedaan dari kedua pengertian tersebut, tetapi keduapengertian ini
telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami.
Ruang Lingkup Epsitimologi
Bertolak
dari pengertian-pengertian epistemologi tersebut, kiranya kita perlu
memerinci aspek-aspek yang menjadi cakupannya atau ruang lingkupnya. Sebenarnya
masing-masing definisi diatas telah memberi pemahaman tentang ruang
lingkup epistemologi sekaligus, karena definisi-definisi itu
tampaknya didasarkan pada rincian aspek-aspek yang tercakup dalam
lingkup epistemologi daripada aspek-aspek lainnya, seperti proses
maupun tujuan. Akan tetapi, ada baiknya dikemukakan pernyataan-pernyataan lain
yang mencoba menguraikan ruang lingkup epistemologi, sebab
pernyataan-pernyataan ini akan membantu pemahaman secara makin komprehensif dan
utuh (holistik) mengenai ruang lingkup pemabahasan epistemologi.
M.Arifin
merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin
menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah
kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai
dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Jadi
meskipun epistemologi itu merupakan sub sistem filsafat, tetapi
cakupannya luas sekali. Jika kita memaduakan rincian aspek-aspekepistemologi,
sebagaimana diuraikan tersebut, maka teori pengetahuan itu bisa meliputi,
hakikat, keaslian, sumber, struktur, metode, validias, unsur, macam, tumpuan,
batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, pertanggungjawaban dan skope
pengetahuan. Bahkan menurut, Sidi Gazalba, taklid kepada pengetahuan atas
kewibaan orang yang memberikannya termasuk epistemologi, sekalipun ia
sebenarnya merupakan doktrin tentang psikologi kepercayaan. Jelasnya, seluruh
permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan adalah menjadi
cakupan epistemologi.
2.
Aksiologi
a)
Pengertian Aksiologi
Aksiologi
merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk
pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan
nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap
insan.
Aksiologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya
dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang
mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak
benar.
Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
b)
Penilaian dalam Aksiologi
Dalam
aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya
ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis.
Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral
ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak
menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia
mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam
etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai
sang pencipta.
Dalam
perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah
padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun
tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya
utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi
apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran
tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa
disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain
disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia
apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara
itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang
studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung
arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara
tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh.
Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras
serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya
keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang
senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan
kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita
mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan
perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai
sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Hubungan
Filsafat Ilmu dengan Ilmu Keperawatan
Ilmu
keperawatan merupakan ilmu yang tidak akan ada habisnya dalam perjalanan
kehidupan, banyaknya berbagai problema dalam masalah kesehatan semakin memaksa
ilmu keperawatan untuk terus selalu update dalam setiap perputaran waktu.
Sebagai ilmu pengetahun, keperawatan juga lahir dari Filsafat Ilmu.
Sebagai induk dari segala ilmu, Filsafat tentunya selalu
berkaitan dengan semua ilmu, baik kitannya yang bersifat umum atau khusus.
Hubungan antara filsafat ilmu dengan ilmu keperawatan sangat terlihat jelas
saat kita melihat bagaimana perawat itu dalam bertindak haruslah segara
melakukan tindakan yang tepat, dan itu tidak akan bisa diwujudkan oleh seorang
perawat bila seandainya perawat tidak faham dan tidak mengerti apa sebenarnya
Filsafat Ilmu
1.
Ontologi keperawatan
Kata ontologi
berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos : being, dan Logos
Logic Jadi ontology adalah the theory of being qua being ( teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan ). Atau bisa juga ilmu tentang yang
ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada
yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau
abstrak.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek
apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ?
bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert
berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Jadi
dapat di simpulkan bahwa ontologi keperawatan yaitu ilmu dimana kita
mempelajari sesuatu sesuai dengan yang ada , berdasarkan bukti yang kongkrit.
Yang berdasarkan ilmu keperawatan itu sendiri.
Contohnya :
Sesuatu yang
bersifat lahirah itu fana
Tubuh itu
sesuatu yang lahiri
Jadi, tubuh
itu fana’
2.
Epistimologi keperawatan
Masalah epistemology bersangkutan dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan. Sebelum dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan
sarana apakah kita dapat memperoleh pengetahuan. Jika kita mengetahui batas-batas
pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal yang pada
akhirnya tidak dapat di ketahui. Memang sebenarnya, kita baru dapat menganggap
mempunyai suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan
epistemology. Kita mungkin terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh
pengetahuan, atau mungkin sampai kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai
hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukannya kepastian, atau mungkin dapat
menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang memungkinkan adanya kepastian
yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
Manusia tidak lah
memiliki pengetahuan yang sejati, maka dari itu kita dapat mengajukan
pertanyaan “bagaimanakah caranya kita memperoleh pengetahuan”?
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
a.
Empirisme
Empirisme
adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh
pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania,
mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan
yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut.
Ia memandang
akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya
dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang
pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme
berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling
dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme
yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di
dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang
sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di
dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat
uraian tentang pengalaman. Baran sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan
sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam
bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu
seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi
Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan di
dasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para
penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya
sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang
diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsut-unsur yang berharga dalam
intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk
pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian
data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di
samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar
dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan
demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman
intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai
pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya.
Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa
pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari
pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisa.
Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang
menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu
kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu
seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat
menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
Jadi dapat di simpulkan bahwa epistimologi keperawatan
merupakan pemikiran yang membahas tentang bagaimana kita mendapat pengetahuan
tentang keperawatan , baik berdasarkan pengalaman , berdasarkan akal fikiran ,
maupun saat langsung kita berhadapan langsung dengan pengetahuan itu .
3.
Aksiologi keperawatan
Aksiologi merupakan
cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat
dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan
itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena
akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Secara aksiologi , keperawatan yang merupakan bagian
integral dari layanan kesehatan yang memiliki andil besar dari masyrakat,jika
dulu orientasi keperawatan adalah pada individuyang sakit , kini orientasi
meluas hingga individu yang sehat. Dalam hal ini keperawatan selalu berupaya
untuk menggembangkan diri kearah professional .Wujud penggembangan ilmu
keperawatan mencakup dua hal penting ,yakni bidang pendidikan dan latihan serta
bidang praktik keperwatan.
Penggembangan ilmu keperawatan dalam bidang pendidikan
diwujudkan melalui pendidikan berkelanjutan serta pendidikan dan latihan khusus
di bidang praktik keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan bidang pendidikan
dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas layana keperawatan yang dilandasi
keilmuan serta sikap professional yang dilandasi oleh kaidah etik proesi
dan standar praktik keperawatan yang berlaku. Ini karena keperawatan tidak
hanya sekedar ilmu tapi juga praktik.
Contohnya
:
Seorang
perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi sebagai
perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap
semua pasien yang di rawatnya.
Akal
merupakan salah satu anugrah dari Allah SWT yang paling istimewa bagi manusia.
Sifat akal adalah selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, termasuk dirinya
sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan di bawa sejak lahir, tapi
lewat sebuah proses berpikir dan mendapatkan pengalaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat pada aspek pemikiran yang cepat dan
tepat, filsafat ilmu sangatlah perlu dikuasai oleh seorang perawat. Karena
sangat tidak menutup kemungkinan seorang perawat dalam menjalankan tugasnya
menghadapi persolan-persoalan bagai dilema yang sangat sulit di pecahkan. Oleh
karena itu perawat haruslah mampu menguasai filsafat ilmu itu sendiri untuk
menunjang dalam kecepatan dan ketepatan berfikir dan bertindak.
Filsafat ilmu memiliki cabng-cabang tersendiri
yakni :
Metafisika umum adalah istilah lain dari
ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang
membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala
sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi,
Psikologi dan Teologi.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai
cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan
sahnya (validitasnya) pengetahuan. Pengertian lain, menyatakan bahwa
epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan
pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan
ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam
Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan
tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang
mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan.
B. Saran
Sebagai seorang perawat kita hasulah memiliki
dan memhami serta menerpkan prinsip daripada Filsafat Ilmu, dengan
menerapakannya maka kita mampu menyelesaikan masalah dengan pemikiran-pemikiran
yang tepat, baik dan cermat, inilah yang disebut The Smart Beautiful Of
Mind.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir Filsafat
Umum, (Bandung, 1990).
Al-Ghazali, Setitik Cahaya Dalam
Kegelapan,
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah
Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta 1998
Tim Dosen Filsafah Ilmu, Filsafat Ilmu
(Yogyakarta, 1996)
Jujun S. Suriasuantrim Filsafah
Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1998
Azra Azyumardi, Integrasi Keilmuan,
(Jakarta: PPJM dan UIN Jakarta Press)
Bidin Masri Elmasyar, MA, dkk, Integrasi
Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press)
Salam Burhanuddin, Logika
Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), cet.
Ke-1
Sumatriasumatri Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1988)
Keraf. S. & Mikhael Dua. (2001). Ilmu
Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Jakarta: Kanisius.
Mc. Carthy. T. (2006). Teori Kritis
Jürgen Habermas (Alih Bahasa oleh Nurhadi).
Noeng Muhadjir, 2001, Filsafat
Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta,.
Noerhadi. T. H. (1998). Filsafat Ilmu
Pengetahuan. (Diktat Kuliah). Pascasarjana Universitas Indonesia.
Qadir. C. A. (1995). Ilmu Pengetahuan dan
Metodenya. Jakarta: Yayasan Obor.
Sumaryono. E. (1993). Hermeneutik: Sebuah
Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wiramihardja, Sutardjo. 2007. Pengantar
Filsafat. Bandung: PT Refika
Aditama.
Zar, Sirajuddin, 2004 Filsafat Islam,
Jakarta : Raja Grafindo
http://staf_unud.com/artikel/filsafat_ilmu.htm.
diakses pada 3 Desember 2011
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/07/22/perbedaan-antara-ilmu-dan-
pengetahuan/ Sabtu, 03 Desember 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi, Sabtu,
3 Desember 2011
0 komentar:
Posting Komentar